Ads1

29 September 2008

Sketsa Rasa

Hendaklah mereka memberi maaf dan melapangkan dada, tidakkah kamu ingin diampuni oleh Allah?” (QS An-Nuur [24]: 22).

Balasan dari kejahatan adalah kejahatan setimpal, tetapi siapa yang memaafkan dan berbuat baik, maka ganjarannya ditanggung oleh Allah (QS Al-Syûrâ [42]: 40).

Apabila kamu memaafkan, melapangkan dada serta melindungi, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS Al-Taqhâbun
[64]: 14),

Maafkanlah mereka dan lapangkan dada, sesungguhnya Allah senang kepada orang-orang yang berbuat kebajikan (terhadap yang melakukan kesalahan kepadanya) (QS Al-Ma‘idah [5]: 13).

Kami sekeluarga, mohon maaf yang sebesar-besarnya dan setulus-tulusnya, jika selama ini barangkali kami pernah berbuat khilaf dan salah, dan semoga Allah Swt. memberikan balasan berupa rahmat yang tak terhingga.

23 September 2008

Puisi

Lailatul Qadar

Harris Cinnamon

setetas embun tanpa air menyentuh daun
begitu santun
kegersangan tersejukkan, pun

…seberkas sinar tanpa cahaya menyentuh tanah
begitu lembut
kegelapan tercerabut

malam embun dan sinar
malam yang santun dan lembut. Berbinar
malam seribu bulan. Akbar
: i'tikafkan kalbuku,
alqurkan diriku,
ayat-ayat-Mu mengalir dalam nafas dan darahku

alif lam rahasia-Mu tak tabir bagiku


23 Ramadhan 1429 H
23 September 2008
Masjid An Nida, Jakarta Timur

18 September 2008

Kaca Jiwa

Hidayah Datang Saat Maut Menjelang

Harris Cinnamon

Paulus Pujiono, 67 tahun, seharusnya menjadi lelaki yang sangat kesepian, sejak ditinggal mati istri tercintanya. Apalagi kelima orang anaknya, Yanti, Pardi, Leni, Kardi, dan Kunti pun satu persatu pergi meninggalkannya, mengikuti pasangan hidupn mereka masing-masing. Anak-anaknya telah berumah tangga dan punya kehidupan sendiri-sendiri. Tapi ternyata, lelaki tua berdarah Cina Jawa itu tetap riang dan tabah mengarungi hari-harinya.

Kelima orang anaknya, bukan tidak perduli dengannya. Semua sudah pernah menawarinya untuk tinggal di salah satu keluarga dari anak-anaknya itu. Tapi ia tidak mau. Ia merasa nyaman tinggal sendirian, di rumah tua yang ia bangun dengan keringat dan jerih payahnyan sendiri. Yang lebih memprihatinkan adalah orang tua itu, masih tetap memeluk agamanya yang dia anut secara turun temurun, dari kecil hingga setua itu, yaitu Protestan. Sedangkan anak-anaknya sudah berpindah agama, yang secara ikhlas dan penuh penyadaran memeluk Islam.

Yanti, Pardi, Leni, Kardi, dan Kunti merasa sangat yakin bahwa Islam adalah agama yang paling benar dan diridhoi Allah. Inilah agama yang diyakini akan membawa mereka bisa dengan tenang masuk ke dalam sorga. Sebab Allah telah berjanji bahwa setiap muslim-muslimat, jika telah mengucapkan kalimat syahadat, dipastikan akan masuk ke tempat yang paling dirindukan itu. Mereka sangat sedih, jika nanti berpulang ke Rabbul Izati tidak bisa bersama-sama dengan ayah mereka, yang sekarang seperti hidup terasing dalam agama yang dianutnya sejak kecil itu.

Mereka pernah merayu ayahnya untuk mengikuti jejak mereka masuk Islam. Namun sama seperti saat diajak tinggal seatap, ayahnya menolak dengan halus. "Aku telah mengikhlaskan kalian memeluk Islam, dan sedikit pun aku tak pernah melarang dan marah pada kalian," jawabnya dengan bijak.

Begitulah kenyataannya, ketika anak-anaknya satu persatu pindah agama, karena semua mendapatkan jodohnya orang yang beragama Islam, Paulus Pujiono tidak pernah protes. Malah dengan penuh kelembutan, ia merelakan anak-anaknya meninggalkan agama Protestan, yang juga sejak kecil mereka anut.

Suatu saat Pualus Pujiono sakit keras. Anak-anaknya sangat gelisah dan sedih. Tapi kegelisahan dan kesedihan itu, ternyata bukan disebabkan karena ayahnya sakit, melainkan karena ayahnya ditakutkan mati dalam keadaan kafir. Saat kondisi ayahnya makin kritis, dan telah tampak pula bahwa sang maut sebentar lagi datang menjelang, kegelisahan dan kesedihan itu makin mendera. Yanti, Pardi, Leni, Kardi, dan Kunti tak kuasa menahan air mata yang hendak keluar. Mereka menanngis sejadi-jadinya. Karena tak ada lagi yang bisa diharapkan, untuk memaksakan agar ayahnya segera memeluk Islam. Bukankah, jika nyawa sudah sampai tenggorokan, tak ada pertobatan yang bisa diterima?

Di ujung sakratul maut itu, akhirnya hanya pasrah yang bisa dilakukan oleh Yanti, Pardi, Leni, Kardi, dan Kunti. Namun, sesuatu yang tak disangka, terjadi begitu saja. Tiba-tiba dari mulut ayahnya, terdesis lafas "Ashadu ala ilah hailallah wa ashadu ana Muhammadarasulallah". Tentu saja hal ini membuat kelima anaknya dan orang-orang yang ada di situ, termasuk salah seorang ustadz yang menemani, tercengang. Takjub. Subhanallah. "Inilah hidayah," ujar Ustadz itu tanpa sadar. Setelah mengucapkan kalimat syahadat itu, ayah kelima orang anak itu, Paulus Pujiono pun berpulang ke Rahmatullah. Anak-anaknya menangis terharu, sekaligus bahagia. "Dengan demikian ia telah sah memeluk agama Islam," jelas Ustadz itu kemudian. "Maka layak baginya dimandikan, dikafani, disalatkan dan dimakamkan
secara Islam."

Subhanallah, sungguh Allah Maha berkehendak. Jika Ia menghendaki seseorang itu mendapatkan rahmat dari-Nya, maka akan diberikan rahmat itu. Sebaliknya, jika Ia tidak menghendakinya, sampai binasapun tak kan pernah diberikannya. Beruntunglah Paulus Pujiono, karena ia tidak pernah marah dan malah ikhlas ketika anak-anaknya berpindah agama, memeluk Islam, maka di saat kematiannya tiba ia mendapatkan rahmat dan hidayah dari Allah Swt. Subhanallah. Subhanallah.


Jakarta, 18 Ramadhan 1429 H.
(Kisah Nyata dari Palembang, yang terjadi tahun 1983)

17 September 2008

Kaca Jiwa

Nyamuk di Malam Nuzulul Quran

Harris Cinnamon

Malam diselubungi udara dingin, sehabis gerimis di masjid An Nida'. Bisa jadi, disebabkan sehabis hujan itu, nyamuk-nyamuk berhamburan keluar. Kok lebih banyak ya jumlahnya dibanding sebelum malam Nuzulul Quran. Malam saat diturunkannya surat pertama dari Al Quran, Iqro, 17 Ramadhan, yang pada tahun 2008, bertepatan dengan tanggal 17 September. Banyaknya jumlah nyamuk itu mungkin sudah mencapai ratusan. Tak sebanding dengan orang yang melaksanakan qiyamulail. Di masjid, hanya beberapa orang saja yang ingin i'tikaf sekaligus tadarusan. Ya, tak begitu aku perhatikan. Mungkin sekitar 5 orang saja. Ada juga beberapa orang lagi sih, tapi mereka tidur lelap di teras masjid. Dan mungkin tengah dibuai mimpi indah tentang lebaran yang tak lama lagi akan tiba. Yang ini aku tidak mengkategorikannya sebagai i'tikaf.

Kembali ke soal nyamuk. Nyamuk-nyamuk yang banyak itu, tampaknya agak mengganggu konsentrasi teman-temanku. Mereka ada yang menepuk nyamuk-nyamuk itu sampai mati saat hinggap di kulit dan menghisap secuil darah mereka. Aku miris juga melihatnya.

"Kenapa dibunuh nyamuk-nyamuk itu?" tanyaku.

"Gigitannya sakit," sahut salah seorang temanku.

"Takut kena malaria," timpal yang lainnya.

Astaghfirullah! Sebegitu rugi dan takutnya, pikirku terhadap teman-temanku. "Seharusnya kalian usir saja nyamuk-nyamuk itu," saranku. "Jangan kalian bunuh."

"Memangnya kenapa?" tanya salah seorang temanku yang lain lagi. Aku coba menjelaskan pandanganku. Hanya berdasar pemikiranku saja. Tidak ilmiah, mungkin. Dan tanpa teori apapun, baik teori kesehatan, sosial, ataupun secara agama. Lebih kepada pandangan pribadi semata. "Malam ini, pas malam Nuzulul Quran, kehadiran nyamuk-nyamuk yang demikian banyak itu, -- sikapi secara positif -- sebagai pertanda agar kita tetap bisa melek mata. Supaya, kita yang tadinya ngantuk berat jadi tebangun ketika mendengarkan dengungan suaranya dan gigitannya di kulit kita. Dengan begitu, kita bisa baca Al Quran dan shalat malam.Bisa mendapatkan barokah dari malam yang penuh maghfirah ini."

"Masuk akal juga ya," temanku yang lain lagi tertarik.

"Yang jelas, ini alasannya sedikit agak agamis," jawabku. "Setiap mahluk ciptaan Allah, tidak ada yang sia-sia, termasuk nyamuk-nyamuk ini."

"Karena itu tak ada alasan bagi kita untuk membunuhnya," paparku kemudian agak spesifik. "Seberapa banyakpun nyamuk menggigit dan menghisap darah kita, tidak akan membuat kita kehabisan darah."

"Tapi 'kan bisa menyebabkan malaria dan bahkan kematian," temanku coba menampik.

"Sebenarnya, Allah mengajarkan kita untuk saling mengasihi sesama mahluk hidup. Nyamuk 'kan mahluk hidup, berarti kita harus menghasihinya. Nah, barangkali karena kita tidak mengasihinya -- hanya diambilnya sedikit darah kita, kita lantas membunuhnya. Bahkan, belum digigitnya saja kita sudah sibuk menyemprotkan racun serangga. Takut benar kalau nanti digigitnya. Nah, bisa jadi disebabkan itu, makanya nyamuk-nyamuk itu -- utamanya aedes aegiptibalas dendam; mereka lantas mencari bibit penyakit virus dengue dan menularkannya kepada kita. Kepada yang tidak menyayanginya."

"Subhanallah," teman-temanku serentak menanggapi paparanku. "Masuk akal juga pendapatmu itu...itu termasuk ayat-ayat qauniyyah (fenomena alam)..."

Setelah itu, teman-temanku menjadi khusyuk i'tikaf dan tadarusan, meskipun nyamuk semakin bertambah jumlahnya. Suara dengungannya dan gigitannya sudah tidak dirasakan lagi. Malam yang dingin, begitu lembut menyentuh kalbu. Malam Nuzulul Quran pun bertmbah syahdu.

Jakarta, 17 Ramadhan 1429 H

10 September 2008

Kaca Jiwa

DEKAT DENGAN ALLAH MELALUI NAMA-NAMA-NYA

Harris Cinnamon

Allah membukakan jalan begitu banyak, untuk kita mengunjungi-Nya, dan bisa lebih dekat dengan-Nya. Salah satunya adalah dengan sesering kali menyebut nama-Nya. Kita bisa mengenal orang per orang, yang jumlahnya mungkin ratusan, melalui namanya. Bahkan kita hafal sekali nama orang per orang tersebut. Tapi mengapa, nama-nama Allah Swt . yang baik itu, kita tak begitu mengenal-Nya. Ketika kita bicara dengan seseorang dengan menyebut namanya, maka akan terasa akrab pembicaraan itu. Tentu, jika kita mengenal nama-nama Allah Swt, maka tak pelak bisa diyakini pasti kita akan lebih intim lagi dengan-Nya.

Nama-nama Allah Swt. itu disebutkan oleh Allah sendiri lewat firman-Nya, “Katakanlah, ‘Serulah Allah atau serulah Rahman. Mana saja nama Tuhan yang kamu semua seru, Dia adalah mempunyai nama-nama yang baik.’" (Q.S. Al-Isra:110)

Dengan nama-nama itulah, kita semua diperintah untuk menyerunya. Allah Swt. berfirman, “Bagi Allah-lah nama-nama yang baik, maka serulah dengan menggunakan nama-nama itu.” (Q.S. Al-A’raf:180)

Adapun jumlah nama-nama Allah yang baik (Asma ul Husna) itu ada sembilan puluh sembilan nama. Imam Bukhari, Muslim dan Tirmizi meriwayatkan hadist dari Abu Urairah r.a. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Allah itu mempunyai sembilan puluh sembilan nama. Barangsiapa menghafalnya ia masuk surga. Sesungguhnya Allah itu Maha Ganjil (tidak genap) dan cinta sekali pada hal yang ganjil (tidak genap).” (H.R. Ibnu Majah)

Imam Tirmizi memberikan tambahan dalam riwayatnya sebagai berikut, “Sembilan puluh sembilan nama Allah Taala yaitu:

1. Allah: Lafal yang Maha Mulia yang merupakan nama dari zat Ilahi yang Maha Suci serta wajib adanya yang berhak memiliki semua macam pujian dan sanjungan. Adapun nama-nama lain, maka setiap nama itu menunjukkan suatu sifat Tuhan yang tertentu dan oleh sebab itu bolehlah dianggap sebagai sifat bagi lafal yang Maha Mulia ini (yakni Allah) atau boleh dijadikan sebagai kata beritanya.
2. Arrahmaan: Maha Pengasih, pemberi kenikmatan yang agung-agung, pengasih di dunia.
3. Arrahiim: Maha Penyayang, pemberi kenikmatan yang pelik-pelik, penyayang di akhirat.
4. Almalik: Maha Merajai, mengatur kerajaan-Nya sesuai dengan kehendak-Nya sendiri.
5. Alqudduus: Maha Suci, tersuci dari segala cela dan kekurangan.
6. Assalaam: Maha Penyelamat, pemberi keamanan dan kesentosaan pada seluruh makhluk-Nya.
7. Almukmin: Maha Pemelihara keamanan, yakni siapa yang bersalah dari makhluk-Nya itu benar-benar akan diberi siksa, sedang kepada yang taat akan benar-benar dipenuhi janji-Nya dengan pahala yang baik.
8. Almuhaimin: Maha Penjaga, memerintah dan melindungi segala sesuatu.
9. Al’aziiz: Maha Mulia, kuasa dan mampu untuk berbuat sekehendak-Nya.
10. Aljabbaar: Maha Perkasa, mencukupi segala kebutuhan, melangsungkan segala perintah-Nya serta memperbaiki keadaan seluruh hamba-Nya.
11. Almutakabbir: Maha Megah, menyendiri dengan sifat keagungan dan kemegahan-Nya.
12. Alkhaalik: Maha Pencipta, mengadakan seluruh makhluk tanpa asal, juga yang menakdirkan adanya semua itu.
13. Albaari’: Maha Pembuat, mengadakan sesuatu yang bernyawa yang ada asal mulanya.
14. Almushawwir: Maha Pembentuk, memberikan gambaran atau bentuk pada sesuatu yang berbeda dengan lainnya. (Jadi Alkhaalik adalah mengadakan sesuatu yang belum ada asal mulanya atau yang menakdirkan adanya itu. Albaari’ ialah mengeluarkannya dari yang sudah ada asalnya, sedang Almushawwir ialah yang memberinya bentuk yang sesuai dengan keadaan dan keperluannya).
15. Alghaffaar: Maha Pengampun, banyak pemberian maaf-Nya dan menutupi dosa-dosa dan kesalahan.
16. Alqahhaar: Maha Pemaksa, menggenggam segala sesuatu dalam kekuasaan-Nya serta memaksa segala makhluk menurut kehendak-Nya.
17. Alwahhaab: Maha Pemberi, banyak kenikmatan dan selalu memberi karunia.
18. Arrazzaaq: Maha Pemberi rezeki, membuat berbagai rezeki serta membuat pula sebab-sebab diperolehnya.
19. Alfattaah: Maha Membukakan, yakni membuka gudang penyimpanan rahmat-Nya untuk seluruh hamba-Nya.
20. Al’aliim: Maha Mengetahui, yakni mengetahui segala yang maujud ini dan tidak ada satu benda pun yang tertutup oleh penglihatan-Nya.
21. Alqaabidl: Maha Pencabut, mengambil nyawa atau mempersempit rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
22. Albaasith: Maha Meluaskan, memudahkan terkumpulnya rezeki bagi siapa yang diinginkan oleh-Nya.
23. Alkhaafidl: Maha Menjatuhkan, yakni terhadap orang yang selayaknya dijatuhkan karena akibat kelakuannya sendiri dengan memberinya kehinaan, kerendahan dan siksaan.
24. Arraafi’: Maha Mengangkat, yakni terhadap orang yang selayaknya diangkat kedudukannya karena usahanya yang giat yaitu yang termasuk golongan kaum yang bertakwa.
25. Almu’iz: Maha Pemberi kemuliaan, yakni kepada orang yang berpegang teguh pada agama-Nya dengan memberinya pertolongan dan kemenangan.
26. Almudzil: Maha Pemberi kehinaan, yakni kepada musuh-musuh-Nya dan musuh umat Islam seluruhnya.
27. Assamii’: Maha Mendengar.
28. Albashiir: Maha Melihat.
29. Alhakam: Maha Menetapkan hukum, sebagai hakim yang memutuskan yang tidak seorang pun dapat menolak keputusan-Nya, juga tidak seorang pun yang kuasa merintangi kelangsungan hukum-Nya itu.
30. Al’adl: Maha Adil, serta sangat sempurna dalam keadilan-Nya itu.
31. Allathiif: Maha Halus, yakni mengetahui segala sesuatu yang samar-samar, pelik-pelik dan kecil-kecil.
32. Alkhabiir: Maha Waspada.
33. Alhaliim: Maha Penghiba, penyantun yang tidak tergesa-gesa melakukan kemarahan dan tidak pula gegabah memberikan siksaan.
34. Al’azhiim: Maha Agung, yakni mencapai puncak tertinggi dari keagungan karena bersifat dengan segala macam sifat kebesaran dan kesempurnaan.
35. Alghafuur: Maha Pengampun, banyak pengampunan-Nya kepada hamba-hamba-Nya.
36. Asysyakuur: Maha Pembalas yakni memberikan balasan yang banyak sekali atas amalan yang kecil dan tidak berarti.
37. Al’aliy: Maha Tinggi, yakni mencapai tingkat yang setinggi-tingginya yang tidak mungkin digambarkan oleh akal pikiran siapa pun dan tidak dapat dipahami oleh otak yang bagaimana pun pandainya.
38. Alkabiir: Maha Besar, yang kebesaran-Nya tidak dapat diikuti oleh pancaindera atau pun akal manusia.
39. Alhafiiz: Maha Pemelihara yakni menjaga segala sesuatu jangan sampai rusak dan goncang. Juga menjaga segala amal perbuatan hamba-hamba-Nya, sehingga tidak akan disia-siakan sedikit pun untuk memberikan balasan-Nya.
40. Almuqiit: Maha Pemberi kecukupan, baik yang berupa makanan tubuh atau pun makanan rohani.
41. Alhasiib: Maha Penjamin, yakni memberikan jaminan kecukupan kepada seluruh hamba-Nya. Juga dapat diartikan Maha Menghisab amalan hamba-hamba-Nya pada hari kiamat.
42. Aljaliil: Maha Luhur, yang memiliki sifat-sifat keluhuran karena kesempurnaan sifat-sifat-Nya.
43. Alkariim: Maha Pemurah, mulia hati dan memberi siapa pun tanpa diminta atau sebagai penggantian dari sesuatu pemberian.
44. Arraqiib: Maha Peneliti, yang mengamat-amati gerak-gerik segala sesuatu dan mengawasinya.
45. Almujiib: Maha Mengabulkan, yang memenuhi permohonan siapa saja yang berdoa pada-Nya.
46. Alwaasi’: Maha Luas, yakni bahwa rahmat-Nya itu merata kepada segala yang maujud dan luas pula ilmu-Nya terhadap segala sesuatu.
47. Alhakiim: Maha Bijaksana yakni memiliki kebijaksanaan yang tertinggi kesempurnaan ilmu-Nya serta kerapian-Nya dalam membuat segala sesuatu.
48. Alwaduud: Maha Pencinta, yang menginginkan segala kebaikan untuk seluruh hamba-Nya dan pula berbuat baik pada mereka itu dalam segala hal-ihwal dan keadaan.
49. Almajiid: Maha Mulia, yakni yang mencapai tingkat teratas dalam hal kemuliaan dan keutamaan.
50. Albaa’its: Maha Membangkitkan, yakni membangkitkan para rasul, membangkitkan semangat dan kemauan, juga membangkitkan orang-orang yang telah mati dari masing-masing kuburnya nanti setelah tibanya hari kiamat.
51. Asysyahiid: Maha Menyaksikan atau Maha Mengetahui keadaan semua makhluk.
52. Alhaq: Maha Haq, Maha Benar yang kekal dan tidak akan berubah sedikit pun.
53. Alwakiil: Maha Memelihara penyerahan, yakni memelihara semua urusan hamba-hamba-Nya dan apa-apa yang menjadi kebutuhan mereka itu.
54. Alqawiy: Maha Kuat, yaitu yang memiliki kekuasaan yang sesempurna-sempurna.
55. Almatiin: Maha Kokoh atau Perkasa, yakni memiliki keperkasaan yang sudah sampai dipuncaknya.
56. Alwaliy: Maha Melindungi, yakni melindungi serta menertibkan semua kepentingan makhluk-Nya karena kecintaan-Nya yang sangat pada mereka itu dan pemberian pertolongan-Nya yang tidak terbatas pada keperluan mereka.
57. Alhamiid: Maha Terpuji, yang memang sudah selayaknya untuk memperoleh pujian dan sanjungan.
58. Almuhshi: Maha Penghitung, yang tidak satu pun tertutup dari pandangan-Nya dan semua amalan itu pun diperhitungkan sebagaimana wajarnya.
59. Almubdi’: Maha Memulai, yang melahirkan sesuatu yang asalnya tidak ada dan belum maujud.
60. Almu’iid: Maha Mengulangi, yakni menumbuhkan kembali setelah lenyapnya atau setelah rusaknya.
61. Almuhyii: Maha Menghidupkan, yakni memberikan daya kehidupan pada setiap sesuatu yang berhak hidup.
62. Almumiit: Yang Mematikan, yakni mengambil kehidupan (ruh) dari apa-apa yang hidup, lalu disebut mati.
63. Alhay: Maha Hidup, kekal pula hidup-Nya itu.
64. Alqayyuum: Maha Berdiri sendiri, baik Dzat-Nya, sifat-Nya, perbuatan-Nya. Juga membuat berdiri apa-apa yang selain Dia. Dengan-Nya pula berdiri langit dan bumi ini.
65. Alwaajid: Maha kaya, dapat menemukan apa saja yang diinginkan oleh-Nya, maka tidak membutuhkan pada suatu apa pun karena sifat kaya-Nya yang mutlak.
66. Almaajid: Maha Mulia, (sama dengan nomor 49 yang berbeda hanyalah tulisannya. Ejaan sebenarnya nomor 49 Almajiid sedangkan nomor 66 ini Almaajid).
67. Alwaahid: Maha Esa.
68. Ashshamad: Maha Dibutuhkan, yakni selalu menjadi tujuan dan harapan orang di waktu ada hajat keperluannya.
69. Alqaadir: Maha Kuasa.
70. Almuqtadir: Maha Menentukan.
71. Almuqaddim: Maha Mendahulukan, yakni mendahulukan sebagian benda dari yang lainnya dalam perwujudannya, atau dalam kemuliaan, selisih waktu atau tempatnya.
72. Almu’akhkhir: Maha Mengakhirkan atau Membelakangkan.
73. Alawwal: Maha Pertama, Dahulu sekali dari semua yang maujud.
74. Alaakhir: Maha Penghabisan, Kekal terus setelah habisnya segala sesuatu yang maujud.
75. Azhzhaahir: Maha Nyata, yakni menyatakan dan menampakkan wujud-Nya itu dengan bukti-bukti dan tanda-tanda ciptaan-Nya.
76. Albaathin: Maha Tersembunyi, tidak dapat dimaklumi zat-Nya sehingga tidak seorang pun dapat mengenal zat-Nya itu.
77. Alwaalii: Maha Menguasai, menggenggam segala sesuatu dalam kekuasaan-Nya dan menjadi milik-Nya.
78. Almuta’aalii: Maha Suci, terpelihara dari segala kekurangan dan kerendahan.
79. Albar: Maha Dermawan, banyak kebaikan-Nya dan besar kenikmatan yang dilimpahkan-Nya.
80. Attawwaab: Maha Penerima tobat, memberikan pertolongan kepada orang-orang yang bermaksiat untuk melakukan tobat lalu Allah akan menerimanya.
81. Almuntaqim: Maha Penyiksa, kepada orang yang berhak untuk memperoleh siksa-Nya.
82. Al’afuw: Maha Pemaaf, pelebur kesalahan orang yang suka kembali untuk meminta maaf pada-Nya.
83. Arra-uuf: Maha Pengasih, banyak rahmat dan kasih sayang-Nya.
84. Maalikulmulk: Maha Menguasai kerajaan, maka segala perkara yang berlaku di alam semesta, langit, bumi dan sekitarnya serta yang dibaliknya alam semesta itu semuanya sesuai dengan kehendak dan iradat-Nya.
85. Dzuljalaali wal ikraam: Maha Memiliki kebesaran dan kemuliaan. Juga zat yang mempunyai keutamaan dan kesempurnaan, pemberi karunia dan kenikmatan yang amat banyak dan melimpah ruah.
86. Almuqsith: Maha Mengadili, yakni memberikan kemenangan pada orang-orang yang teraniaya dari tindakan orang-orang yang menganiaya dengan keadilan-Nya.
87. Aljaami’: Maha Mengumpulkan, yakni mengumpulkan berbagai hakikat yang telah bercerai-berai dan juga mengumpulkan seluruh umat manusia pada hari pembalasan.
88. Alghaniy: Maha Kaya, maka tidak membutuhkan apa pun dari yang selain zat-Nya sendiri, tetapi yang selain-Nya itu amat membutuhkan kepada-Nya.
89. Almughnii: Maha Pemberi kekayaan yakni memberikan kelebihan yang berupa kekayaan yang berlimpah-limpah kepada siapa saja yang dikehendaki dari golongan hamba-hamba-Nya.
90. Almaani’: Maha Membela atau Maha Menolak, yaitu membela hamba-hamba-Nya yang saleh dan menolak sebab-sebab yang menyebabkan kerusakan.
91. Adldlaar: Maha Pemberi bahaya, yakni dengan menurunkan siksa-siksa-Nya kepada musuh-musuh-Nya.
92. Annaafi’: Maha Pemberi kemanfaatan, yakni merata kebaikan yang dikaruniakan-Nya itu kepada semua hamba dan negeri.
93. Annuur: Maha Bercahaya yakni menonjolkan zat-Nya sendiri dan menampakkan untuk yang selain-Nya dengan menunjukkan tanda-tanda kekuasaan-Nya.
94. Alhaadi: Maha Pemberi petunjuk, yaitu memberikan jalan yang benar kepada segala sesuatu agar langsung adanya dan terjaga kehidupannya.
95. Albadii’: Maha Pencipta yang baru, sehingga tidak ada contoh dan yang menyamai sebelum keluarnya ciptaan-Nya itu.
96. Albaaqii: Maha Kekal, yakni kekal hidup-Nya untuk selama-lamanya.
97. Alwaarits: Maha Pewaris, yakni kekal setelah musnahnya seluruh makhluk.
98. Arrasyiid: Maha Cendekiawan, yaitu memberi penerangan dan tuntunan pada seluruh hamba-Nya dan yang segala peraturan-Nya itu berjalan menurut ketentuan yang digariskan oleh kebijaksanaan dan kecendikiawanan-Nya.
99. Ashshabuur: Maha Penyabar yang tidak tergesa-gesa memberikan siksaan dan tidak pula cepat-cepat melaksanakan sesuatu sebelum waktunya.


Dalam kitab Addinul Islami disebutkan sebagai berikut: “Nama-nama Allah yang baik-baik (asmaul husna) yang tercantum dalam Alquran yaitu:

1. Nama-nama yang berhubungan dengan zat Allah Taala, yakni:
a. Alwaahid (Maha Esa)
b. Alahad (Maha Esa)
c. Alhaq (Maha Benar)
d. Alqudduus (Maha Suci)
e. Ashshamad (Maha dibutuhkan)
f. Alghaniy (Maha Kaya)
g. Alawwal (Maha Pertama)
h. Alaakhir (Maha Penghabisan).
i. Alqayyuum (Maha Berdiri Sendiri).

2. Nama-nama yang berhubungan dengan penciptaan, yakni:

a. Alkhaalik (Maha Menciptakan)
b. Albaari’ (Maha Pembuat)
c. Almushawwir (Maha Pembentuk)
d. Albadii’ (Maha Pencipta yang baru)

3. Nama-nama yang berhubungan dengan sifat kecintaan dan kerahmatan, selain dari lafal Rab (Tuhan), Rahman (Maha Pengasih) dan Rahim (Maha Penyayang), yakni:

a. Arra-uuf (Maha Pengasih)
b. Alwaduud (Maha Pencinta)
C. Allathiif (Maha Halus)
d. Alhaliim (Maha Penghiba)
e. Al’afuw (Maha Pemaaf)
f. Asysyakuur (Maha Pembalas, Pemberi karunia)
g. Almukmin (Maha Pemelihara keamanan)
h. Albaar (Maha Dermawan)
i. Rafi’ud darajat (Maha Tinggi derajat-Nya)
j. Arrazzaaq (Maha Pemberi rezeki)
k. Alwahhaab (Maha Pemberi)
l. Alwaasi’ (Maha luas)

4. Nama-nama yang berhubungan dengan keagungan serta kemuliaan Allah Taala yakni:

a. Al’azhiim (Maha Agung)
b. Al’aziiz (Maha Mulia)
C. Al’aliy (Maha Tinggi)
d. Almuta’aalii (Maha Suci)
e. Alqawiy (Maha Kuat)
f. Alqahhaar (Maha Pemaksa)
g. Aljabbaar (Maha Perkasa)
h. Almutakabbir (Maha Megah)
i. Alkabiir (Maha Besar)
j. Alkariim (Maha Pemurah)
k. Alhamiid (Maha Terpuji)
l. Almajiid (Maha Mulia)
m. Almatiin (Maha Kuat)
n. Azhzhaahir (Maha Nyata)
o. Zuljalaali wal ikraam (Maha Memiliki kebesaran dan kemuliaan)

5. Nama-nama yang berhubungan dengan ilmu Allah Taala, yakni:

a. Al’aliim (Maha Mengetahui)
b. Alhakiim (Maha Bijaksana)
C. Assamii’ (Maha Mendengar)
d. Alkhabiir (Maha Waspada)
e. Albashiir (Maha Melihat)
f. Asysyahid (Maha Menyaksikan)
g. Arraqiib (Maha Meneliti)
h. Albaathin (Maha Tersembunyi)
i. Almuhaimin (Maha Menjaga)

6. Nama-nama yang berhubungan dengan kekuasaan Allah serta caranya mengatur segala sesuatu, yakni:

a. Alqaadir (Maha Kuasa)
b. Alwakiil (Maha Memelihara penyerahan)
C. Alwaliy (Maha Melindungi)
d. Alhaafizh (Maha Pemelihara)
e. Almalik (Maha Merajai)
f. Almaalik (Maha Memiliki)
g. Alfattaah (Maha Pembuka)
h. Alhasiib (Maha Penjamin)
i. Almuntaqim (Maha Penyiksa)
j. Almuqiit (Maha Pemberi kecukupan)

7. Ada pula nama-nama yang tidak disebutkan dalam nas Alquran tetapi merupakan sifat-sifat yang erat kaitannya dengan sifat atau perbuatan Allah Taala yang tercantum dalam Alquran, yakni:

a. Alqaabidl (Maha Pencabut)
b. Albaasith (Maha Meluaskan)
C. Arraafi` (Maha Mengangkat)
d. Almu’iz (Maha Pemberi kemuliaan)
e. Almudzil (Maha Pemberi kehinaan)
f. Almujiib (Maha Mengabulkan)
g. Albaa’its (Maha Membangkitkan)
h. Almuhshii (Maha Penghitung)
i. Almubdi’ (Maha Memulai)
j. Almu’iid(Maha Mengulangi)
k. Almuhyii (Maha Menghidupkan)
l. Almumiit (Maha Mematikan)
m. Maalikulmulk (Maha Menguasai kerajaan)
n. Aljaami’ (Maha Mengumpulkan)
o. Almughnii (Maha Pemberi kekayaan)
p. Almu’thii (Maha Pemberi)
q. Almaani’ (Maha Membela, Maha Menolak)
r. Alhaadii (Maha Pemberi Petunjuk)
s. Albaaqii (Maha Kekal)
t. Alwaarits (Maha Pewaris).

8. Ada pula nama-nama Allah Taala yang diambil dari makna atau pengertian nama-nama yang terdapat dalam Alquran, yakni:

a. Annuur (Maha Bercahaya)
b. Ashshabuur (Maha Penyabar)
c. Arrasyiid (Maha Cendekiawan)
d. Almuqsith (Maha Mengadili)
e Alwaalii (Maha Menguasai)
f. Aljaliil (Maha Luhur)
g. Al’adl (Maha Adil)
h. Alkhaafidl (Maha Menjatuhkan)
i. Alwaajid (Maha Kaya)
j. Almuqaddim (Maha Mendahulukan)
k. Almu-akhkhir (Maha Mengakhirkan)
l. Adldlaar (Maha Pemberi bahaya)
m. Annaafi’ (Maha Pemberi kemanfaatan)

Dengan nama-nama di atas dirangkaikan pula sifat-sifat:

a. Takallum (Berfirman) dan
b. Iradat (Berkehendak)

Itulah nama-nama Allah dengan sifat-sifat-Nya. Semoga, kita semua bisa menghafalnya dengan fasih, baik di dalam kalbu dan pikiran kita. Semoga kita mendapat karomah dalam setiap kali kita menyebut nama-Nya, baik salah satunya maupun ke semuanya, yang sembilan puluh sembilan itu. Nama-nama Allah, adalah jalan, adalah cahaya, adalah doa, adalah karomah, adalah adalah-Nya, yang bisa dipastikan akan menuntun kita senantiasa dekat dan “menyatu” dengan-Nya.

Jakarta, 9 September 2008

09 September 2008

Puisi

DIDAH

Harris Cinnamon

Pertama kali bertemu dan menatapmu, dan mengenalmu
Tak ada getar apapun di jantungku, bahkan di jiwaku
Sekalipun kecantikan wajahmu memancar dari balik kerudungmu.
Namun, ketika mendengarmu mengaji dengan tilawah yang merdu dan indah,
seluruh jiwaku serasa terbang melayang ke arasy-Nya.
Engkau menyadarkanku betapa kecilnya diriku di mata Allah.
Ilmu agamaku masih sangat dangkal dan nyaris tiada.
Aku merasa belum ada apa-apanya.
Perlu waktu dan guru untuk lebur dalam keMahaan-Nya.

Kalaulah engkau bisa menyingkap rahasia siapa aku sesungguhnya,
Aku yakin engkau akan merasa gundah.
Dari luar barangkali aku tampak sempurna,
Tapi di dalam, jiwa dan kalbuku sangatlah hampa.

Dan sekali lagi, ketika mendengarmu mengaji dengan tilawah yang merdu dan indah,
segenap kalbuku yang selama ini jauh dari Allah,
menjadi sangat dekat dengan-Nya
Engkau menyadarkanku betapa aku sangat membutuhkan Allah
untuk hadir di dalam kalbu dan jiwaku yang dena.
Aku membayangkan alangkah tenang dan bahagia
Jika engkau bisa berjalan di sampingku menuju rumah-Nya.

Tapi aku yakin itu pasti hanya akan ada dalam angan-angan semata.
Ibarat pujangga, aku hanya bisa melahirkan kata-kata,
tapi belum bisa meniupkan makna di dalam keutuhan bahasa.
Namun, bagiku sesungguhnya kaulah keutuhan bahasa itu
lengkap dengan segala maknanya.
Izinkan aku senantiasa membacanya, di dalam gelap ataupun terang.
Dengan demikian, sekalipun aku tak memilikimu di dalam diriku.
Namun ketenangan darimu – yang bersumber dari-Nya – sejukkan kalbuku…

Jakarta, 7 Ramadhan 1429 H

Lebih Jelas....Wajah Pemilik Site..

Lebih Jelas....Wajah Pemilik Site..
Menatap langit, menguak cakrawala, menyentuh cinta dengan sajadah jiwa

Boleh Dong Numpang Mejeng....

Boleh Dong Numpang  Mejeng....
Mencoba menatap masa depan sebisanya, sesapanya...

Mejeng lagi tuh...duh ampun...

Mejeng lagi tuh...duh ampun...
Ah....kayaknya cukup keren jugalah...

Gadis Aceh

Gadis Aceh
Aku mengenal gadis ini dengan nama Ayu. Nama lengkapnya belum tahu. Tapi menurutku namanaya kurang mencerminkan etnik Aceh, padahal wajahnya sangat pribumi (khas wajah-wajah gadis Aceh). Wajahnya mengingatkan aku pada sosok Tjut Nyak Dhien. Tapi tentu dalam bayanganku, adalah saat Tjut Nyak Dhien masih belia. Selain itu, aku juga jadi terbayang pada para pemeran wanita film Ayat-Ayat Cinta. Menurutku, Ayu sangat pas untuk memerankan salah satu tokoh gadis dalam film garapan Hanung Bramantyo itu. Aku punya saran, kalau nanti ada yang akan membesut film religi Islam, sebaiknya mengikutkan Ayu untuk jadi salah satu pemerannya. Kalau tidak ada, aku sendiri pun berniat untuk mengorbitkannya menjadi salah seorang seleberitis Indonesia dengan wajah kedaerahan Aceh yang kental.