Ads1

28 Maret 2008

Sanggau, Kota Kecil Nan Memukau

Tak pernah terbayangkan sebelumnya, jika aku akan singgah di kota Kabupaten Sanggau. Mendengar namanya pun belum pernah. Apalagi secara sengaja maupun tidak melihatnya di atlas. Tapi nyatanya, aku telah menginjakkan kaki di kota ini.

Kota Sanggau mempunyai jarak tempuh sekitar 5 jam perjalanan dari kota Provinsi Pontianak, Kalimantan Barat. Selepas menyeberang jembatan yang ada di kota Pontianak, aku bersama 3 orang temanku, Supri, Agus dan Syafrizal, langsung menuju ke kota yang tadi aku sebutkan, Sanggau. Seperti apakah kota Sanggau yang dimaksud, belum bisa dibayangkan sama sekali di benakku. Yang jelas jalan menuju kota itu sempat melalui beberapa dusun kecil, hutan rimba, dan ada sekitar satu jam-an diguncang oleh jalanan tanah yang berundak-undak. Temanku Supri sempat merasakan mual-mual, karena guncangan kendaraan yang disebabkan tidak mulusnya jalan yang dilalui.

Seusai menempuh perjalanan sekitar 2,5 jam, di ujung jalan yang buruk dan sedikit memasuki jalanan beraspal, kami diajak sopir mampir di sebuah kedai di tengah hutan. Sepertinya tidak ada kedai lain di sini. Bahkan perkampungan pun tidak ada. Tapi semua kendaraan yang melintas di jalan ini bisa dipastikan akan singgah di kedai ini. Kedai ini adalah milik suku dayak, yang kebetulan adalah luruh di kampung tersebut. Pegawainya atau anaknya, dua orang perempuan berwajah china. Merekalah yang melayani kami ketika kami mampir di kedai ini.

Ada sekitar 15 menit, aku dan teman-temanku mampir, melepas penat di kedai ini. Aku memesan segelas kopi. Kopi di sini hamper sama dengan kopi Aceh. Berwarna kemerahan dan tanpa ampas. Sementara itu dua orang temanku Supri dan Agus sibuk manawar jamu sarang semut yang tergantung di dinding kedai. Mereka sepakat membeli 2 bungkus jamu sarang semut itu, yang konon dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Harga perbungkusnya Rp 12.500.




Ini saat aku menikmati kopi Pontianak




Setelah merasa cukup melepas kepenatan, kami kembali melanjutkan perjalanan। Sekitar satu setengah jam sesudah itu, kami pun tiba di kota yang dimaksudkan. Kota Sanggau. Kota ini sama seperti kota-kota kabupaten lainnya di wilayah jawa. Pertama-tama sasaran kami adalah langsung menuju hotel di mana kami harusnya menginap dan beristirahat. Hotel Grand Narita namanya. Membaca nama hotel itu, seolah sedang berada di Jepang. Tapi tidak. Ini memang hotel yang ada di kota ini. Ini merupakan hotel terbesar dan termegah di sini.




Ini adalah hotel Narita, tempat aku dan teman-teman nginap.

Menjelang sore, aku menuju ke tepi sungai Kapuas. Di tepi sungai yang membentang panjang dan lebar ini terdapat Istana Kraton Suryanegara. Aku sempat bergambar dan mengabadikan beberapa sudut lanskapnya. Ada beberapa buah mariam yang peninggalan kompeni di pajang di halaman istana.

Aku berpose dengan latar belakang Kraton Suryanegara.


Ini adalah mariam peninggalan kompeni.

Tak jauh dari Kraton yang kini juga difungsikan sebagai museum, terdapat masjid tua peninggalan Sultan atau dikenal juga dengan sebutan Syeh Ayub. Mesjid tua ini didirikan pada tahun 1825-1828. Seluruhnya bangunannya didominasi oleh kayu ulin. Dan konon sampai saat ini baru 2 kali mengalami renovasi, tapi tetap tidak menghilangkan jatidiri pada masjid tesebut.

Aku dengan latar belakang masjid Jami Syeh Ayub.

Karena kebetulan ketika sampai di mesjid tersebut azan maghrib berkumandang, maka kamipun segera mengambil air wudhu dan melaksanakan shalat maghrib berjamaah dengan penduduk setempat.

Warung Bubur Khas Sanggau yang terletak di atas tanah yang menjorok tinggi.

Keesokan harinya, kami menyempatkan diri makan bubur khas Sanggau di warang yang terletak di atas tanah menjorok ke atas di sisi jembatan Sekayam. Dari warung ini, kita bisa memandang ke kejauhan wilayah sekitar kota Sanggau, bahkan dari sini kita juga bisa melihat sungai Kapuas.


Ini adalah lanskap sungai Kapuas, sore hari.









Aku berpose di tepi singai कपुँस.



Tidak ada komentar:

Lebih Jelas....Wajah Pemilik Site..

Lebih Jelas....Wajah Pemilik Site..
Menatap langit, menguak cakrawala, menyentuh cinta dengan sajadah jiwa

Boleh Dong Numpang Mejeng....

Boleh Dong Numpang  Mejeng....
Mencoba menatap masa depan sebisanya, sesapanya...

Mejeng lagi tuh...duh ampun...

Mejeng lagi tuh...duh ampun...
Ah....kayaknya cukup keren jugalah...

Gadis Aceh

Gadis Aceh
Aku mengenal gadis ini dengan nama Ayu. Nama lengkapnya belum tahu. Tapi menurutku namanaya kurang mencerminkan etnik Aceh, padahal wajahnya sangat pribumi (khas wajah-wajah gadis Aceh). Wajahnya mengingatkan aku pada sosok Tjut Nyak Dhien. Tapi tentu dalam bayanganku, adalah saat Tjut Nyak Dhien masih belia. Selain itu, aku juga jadi terbayang pada para pemeran wanita film Ayat-Ayat Cinta. Menurutku, Ayu sangat pas untuk memerankan salah satu tokoh gadis dalam film garapan Hanung Bramantyo itu. Aku punya saran, kalau nanti ada yang akan membesut film religi Islam, sebaiknya mengikutkan Ayu untuk jadi salah satu pemerannya. Kalau tidak ada, aku sendiri pun berniat untuk mengorbitkannya menjadi salah seorang seleberitis Indonesia dengan wajah kedaerahan Aceh yang kental.