Ads1

24 Agustus 2009

Ziarah

Berziarah Ke Makam Sultan Agung


Komplek Makam Sultan Agung Komaruddin Sri Teruno (1718-1727 M) merupakan salah satu kekayaan arkeologi di Palembang. Komplek ini terdapat di kawasan Kelurahan 1 Ilir, Kecamatan Ilir Timur (IT) II, berbatasan dengan lingkungan PT Pusri. Dibatasi sebuah masjid, yaitu Masjid Sultan Agung.
Karena perkembangan kota, letak komplek makam yang merupakan bagian dari Kota Plembang Lamo ini sekarang bersebelahan pula dengan Kantor Kelurahan 1 Ilir, sebelah selatan.
Sebagaimana layaknya komplek pemakaman kuno lain di Palembang, Komplek Makam Sultan Agung berjarak sekitar 45 meter dari tepian sungai, yaitu Sungai Musi. Posisi tanahnya pun lebih tinggi dibandingkan dengan tanah di sekitarnya. Sultan Agung adalah sultan ketiga di Kesultanan Palembang Darussalam, wafat sebelum Komplek Kawah Tekurep selesai dibangun. Dengan demikian, makamnya pun terpisah dari kompleks makam Sultan Mahmud Badaruddin I Jayo Wikramo itu.
Di komplek makam ini, terdapat dua deret makam, yaitu deretan di sebelah utara dan selatan yang masing-masing terdiri atas empat makam. Makam di deretan utara, satu makam utama karena letak tanahnya lebih tinggi dibandingkan makam-makam lainnya, saat ini dibangun pula semacam bangunan pelindung, adalah makam Sultan Agung. Makam ini diapit oleh dua makam yang nama di nisannya tidak terbaca. Ditambah pula dengan satu makam nisan dari unglen dan kini dalam kondisi genting yang juga tidak diketahui namanya.
Di kelompok makam kedua, terdapat satu makam yang dikenal, yaitu Raden Tubagus Karang. Tokoh ini adalah panglima perang dari Banten, kakak kandung Raden (Tu) Bagus Kuning yang makamnya berada di kawasan Patrajaya, bersebelahan dengan Kompleks Pertamina Baguskuning, Kelurahan Baguskuning, Kecamatan Plaju.
Sultan Agung memerintah di Kesultanan Palembang Darussalam selama hampir sepuluh tahun sebelum kekuasaan dikembalikan kepada Pangeran Jayo Wikramo atau Sultan Mahmud Badaruddin I Jayo Wikramo pada tahun 1727 M.
Proses peralihan kekuasaan pada masa ini cukup menarik. Sultan Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago (1706-1718 M) merasa bahwa harus turun tahta, dia menyerahkan tahta di Kraton Beringin Janggut. Saat itu, putra-putranya masih sangat muda, termasuk Pangeran Jayo Wikramo. Karena itu, tahta diserahkannya kepada adiknya, yang kemudian dikenal sebagai Sultan Agung Komaruddin Seri Teruno. Pangeran Jayo Wikramo akhirnya meninggalkan Palembang dan bertualang di wilayah Nusantara. Saat kembali dia menjadi Sultan Mahmud Badaruddin I.

Tidak ada komentar:

Lebih Jelas....Wajah Pemilik Site..

Lebih Jelas....Wajah Pemilik Site..
Menatap langit, menguak cakrawala, menyentuh cinta dengan sajadah jiwa

Boleh Dong Numpang Mejeng....

Boleh Dong Numpang  Mejeng....
Mencoba menatap masa depan sebisanya, sesapanya...

Mejeng lagi tuh...duh ampun...

Mejeng lagi tuh...duh ampun...
Ah....kayaknya cukup keren jugalah...

Gadis Aceh

Gadis Aceh
Aku mengenal gadis ini dengan nama Ayu. Nama lengkapnya belum tahu. Tapi menurutku namanaya kurang mencerminkan etnik Aceh, padahal wajahnya sangat pribumi (khas wajah-wajah gadis Aceh). Wajahnya mengingatkan aku pada sosok Tjut Nyak Dhien. Tapi tentu dalam bayanganku, adalah saat Tjut Nyak Dhien masih belia. Selain itu, aku juga jadi terbayang pada para pemeran wanita film Ayat-Ayat Cinta. Menurutku, Ayu sangat pas untuk memerankan salah satu tokoh gadis dalam film garapan Hanung Bramantyo itu. Aku punya saran, kalau nanti ada yang akan membesut film religi Islam, sebaiknya mengikutkan Ayu untuk jadi salah satu pemerannya. Kalau tidak ada, aku sendiri pun berniat untuk mengorbitkannya menjadi salah seorang seleberitis Indonesia dengan wajah kedaerahan Aceh yang kental.