Ads1

11 April 2008

KACA JIWA

Kualat Setelah Ngumpat Saat Shalat
Harris Cinnamon

Peristiwa ini terjadi beberapa tahun yang lalu. Sekitar tahun 1987. Tapi terekam jelas dalam ingatanku. Sehingga sulit bagiku untuk melupakannya. Terutama karena ada hikmah di balik peristiwa itu.

Begini ceritanya, temanku satu kost-an paling sulit untuk diajak beribadah, padahal sewaktu SMA dia pernah menjadi juara MTQ tingkat kotamadya. Tapi kalau urusan cinta dan pacaran, itu menampati urutan pertama.

Meskipun aku tidak begitu alim, namun aku sering mengajaknya untuk melaksanakan shalat. Aku bilang padanya, "Kalaupun kamu tidak bisa memenunaikan ibadah shalat wajib lima waktu, minimal dalam satu minggu kamu shalat Jumat, itu sudah lebih lebih baik dibanding tidak shalat sama sekali." Dia hanya menjawab dengan senyuman yang tak berarti. Dan selalu begitu, setiap kali aku nasehati. Mungkin karena aku bukan ustads, jadi setiap ajakanku tidak pernah digubrisnya.

Tapi sekali waktu, entah karena disentuh angin apa, tiba-tiba ketika aku ajak melaksanakan shalat Jumat, dia mau. Tapi ketika datang ke masjid, ternyata ruangan masjid telah terisi penuh. Sehingga kami hanya dapat tempat di bagian luar masjid. Memang bukan kami saja yang kebagian tempat di bagian luar, tapi ada puluhan orang lainnya yang bernasib sama dengan kami. Saat itu, matahari bersinar sangat terik. Panasnya sangat menyengat bumi dan bisa melepuhkan kulit. Terpaksa, aku dan temanku beserta para jamaah lainnya yang terserak di luar masjid, mencari tempat berteduh. Ada yang berteduh di bawah pohon, di tempat parkir motor, atau di bawah atap tempat mengambil air wudlu. Sehingga beranda masjid, yang seluruh permukaannya terbuat dari keramik dan tanpa atap itu, leluasa menyerap sinar matahari yang panas membara, terlebih tak seorang jamaahpun duduk di atasnya.

Begitu saat shalat Jumat tiba, seluruh jamaah -- termasuk aku dan temanku, berhamburan mengisi beranda masjid itu. Waw, lantai beranda masjid yang seluruh permukaannya dari keramik ini panasnya naudzubilllah min dzalik...Jamaah lain mungkin tidak begitu merasakan panasnya, karena beralaskan sajadah. Sedangkan aku dan temanku hanya beralaskan koran bekas sebagai sajadahnya. Tahap awal berdiri di beranda yang panas itu, barangkali belum begitu terasa. Namun saat imam telah membaca ummul kitab, barulah rasa panas itu menyesap kulit telapak kaki. Dan koran bekas yang tipis itu, tentu saja tak 'kan mampu menghalau panas yang sangat menyengat. Di tengah-tengah kekhusyukanku dan jamaah lain mendengarkan lantunan suara imam membacakan suat Al Fatihah, tiba-tiba temanku mengumpat, karena tidak kuat menahan hawa panas yang merambati telapak kakinya. Kata-katanya sungguh tidak senonoh, kotor, dan jorok. Segala nama binatang, kemaluan lelaki dan perempuan disebutnya. "Ataghfirullahalazim!" aku mengucap dalam hati. Dan lebih parah lagi, tiba-tiba dia menyelinap pergi dan meninggalkan shaf-nya, menjauhi taklim yang sedang berlangsung khidmat itu....

Beberapa tahun ke depan, sekitar 7 tahun kemudian, setelah peristiwa ibadah shalat Jumat itu, menjelang pernikahannya, temanku itu mengalami kecelakaan. Saat menjelang maghrib, ia melajukan sepada motor yang dikendarainya dengan kecepatan tinggi. Tanpa dinyana, di sebuah tikungan muncul mobil truck dari arah yang berlawanan, dan demi menghindari tabrakan, ia membanting stir motornya dan tergelincir ke tepi jalan, jatuh bergulingan. Motornya rusak berat, sedangkan dia cedera kakinya.

Melihat dua peristiwa itu, seakan tidak berhubungan satu sama lainnya, tapi jika dicermati secara mendalam, kaitannya sangat erat. Kita sering beranggapan dan bahkan meremehkan, bahwa seburuk apapun perbuatan kita tidak akan ada balasannya dari Allah. Seperti peristiwa yang dialami temanku itu. Dia merasa bahwa setelah mengumpat dengan kata-kata yang kotor di saat shalat, dia merasa tidak ada resikonya sama sekali. Dia merasa tidak ada pembalasan apapun dari Sang Ilahi. Tapi ternyata, pembalasan itu tetap ada, namun waktunya yang tidak bisa diduga. Karena sesungguhnya, pembalasan itu memang tidak bersifat spontan. Saat ini berbuat, saat ini juga mendapatkan pembalasan. Tidak selalu demikian. Karena Allah selalu punya cara untuk menimpakan hukuman. Hukuman itu bisa bersifat langsung, bisa juga tertunda beberapa lama, tapi semua orang bisa dipastikan akan tetap merasakannya. Hal itulah yang dialami oleh temanku. Semoga peristiwa yang dialaminya bermanfaat bagi kita semua.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Layaknya dunia bisnis, hidup ini pun tak ada yang gratis, bak seorang gadis, berjalan dalam gerimis. Sekecil apapun yang kita perbuat pasti ada dampaknya. Berlakulah hukum sebab akibat. Hitam atau putihnya nilai raport kelak, tergantung pada hitam atau putihnya proses hidup yang kita jalani.

SAJADAH JIWA mengatakan...

dida, terima kasih ya sudah membuka, membaca dan memberikan komentar terhadap isi blog-ku.

terkadang aku rindu sama kamu.
tapi kapan bisa ketemu?

lewat blgo ini, mulai saat ini kita bisa bersua, dan bisa saling mencurahkan segala isi jiwa...

Lebih Jelas....Wajah Pemilik Site..

Lebih Jelas....Wajah Pemilik Site..
Menatap langit, menguak cakrawala, menyentuh cinta dengan sajadah jiwa

Boleh Dong Numpang Mejeng....

Boleh Dong Numpang  Mejeng....
Mencoba menatap masa depan sebisanya, sesapanya...

Mejeng lagi tuh...duh ampun...

Mejeng lagi tuh...duh ampun...
Ah....kayaknya cukup keren jugalah...

Gadis Aceh

Gadis Aceh
Aku mengenal gadis ini dengan nama Ayu. Nama lengkapnya belum tahu. Tapi menurutku namanaya kurang mencerminkan etnik Aceh, padahal wajahnya sangat pribumi (khas wajah-wajah gadis Aceh). Wajahnya mengingatkan aku pada sosok Tjut Nyak Dhien. Tapi tentu dalam bayanganku, adalah saat Tjut Nyak Dhien masih belia. Selain itu, aku juga jadi terbayang pada para pemeran wanita film Ayat-Ayat Cinta. Menurutku, Ayu sangat pas untuk memerankan salah satu tokoh gadis dalam film garapan Hanung Bramantyo itu. Aku punya saran, kalau nanti ada yang akan membesut film religi Islam, sebaiknya mengikutkan Ayu untuk jadi salah satu pemerannya. Kalau tidak ada, aku sendiri pun berniat untuk mengorbitkannya menjadi salah seorang seleberitis Indonesia dengan wajah kedaerahan Aceh yang kental.