Tukang Sate itu, Pak Subairi
Harris Cinnamon
E-mail:
harris.cinnamon@tpi.tv
harris.cinnamon@yahoo.com
Pak Subairi, 61 tahun, Pedagang sate di kawasan komplek lokalisasi Sarkem. Ia berasal dari Sampang, Madura. Ia sudah jualan sate di sini sejak tahun 1982. Sekarang tahun 2008, berarti ia sudah 26 tahun jualan sate di kawasan esek-esek ini.
Penghasilannya dari berjulan sate permalam-nya sekitar Rp 250.000. Wah suatu income yang lumayan! Income itu tentu saja didapat dari ratusan cewek-cewek “P” dan ratusan lelaki hidung belang yang berkeliaran di sini setiap malamnya.
Sebagaimana komplek lokalisasi umumnya, cewek-cewek “P’ tersebut, senantiasa berpenampilan seronok dan dengan tingkah laku yang genit nan menggoda. Karena itu merupakan daya tariknya.
Tapi saya jadi penasaran dengan Pak Subairi, bagaimana perasaannya selama 26 tahun berjualan sate di sini, di dalam suasana remang-remang dan hawa mesum yang santer setiap malamnya.
“Pak, pernah tergoda ndak untuk nyobain cewek-cewek di sini?” tanya saya menyelidik.
“Waduh, Dik, nusikin sate aja udah capek, semalam bisa 250 tusuk,” jawabnya polos. “Jadi ndak kepikiran, Dik.”
Hebat. Ternyata Pak Subairi tidak tergoda sama sekali. Dan lebih hebatnya lagi, dari hasil dia jualan sate itu, ia bersama istri tercinta telah menunaikan haji tahun 1997.
Terus tanpa diminta, kemudian Pak Subairi berceloteh, “Lagian yang dirasain sama-sama daging kok, Dik.”
“Tapi meskipun sama-sama daging, pasti ada bedanya ‘kan?” celetuk saya.
“Bedanya daging yang satu buang duit, sedang daging yang satunya lagi dapat duit,” jawab Pak Subairi, sambil menyodorkan sepiring sate pada saya.
(Jogyakarta, 28 Januari 2008)
Membentangkan segala yang ada, disujudkan dengan sepenuh jiwa dan dengan kekhusyukan yang sempurna, dari dan kepada-Nya melalui semesta.
Ads1
30 Januari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar